Buruh Migran Tervonis Hukuman Mati Datangi SBY

Buruh migran yang divonis hukuman mati, kemarin mendatangi SBY di Istananya. Mereka berjalan memakai kain panjang dan muka tertutup kain hitam. Ada yang leher dan tangannya dirantai, ada pula yang dikalungi dan ditarik tali tambang oleh sang majikan. Sementara itu algojo berjubah hitam dengan kejam menempelkan pedang di leher, siap memenggal salah satu di antara mereka.

Ini bukanlah kejadian sebenarnya. Aksi yang digelar petang kemarin (27/8) adalah bentuk teaterikal yang dibawakan oleh para buruh migran dan aktivis pendukungnya. Mereka tergabung dalam ARRAK 90 (Aliansi Rakyat untuk Ratifikasi Konvensi Migran tahun 1990) dan aktivis lainnya seperti dari Imparsial, Jala PRT, KontraS, PBHI Jakarta. Dengan berbaju hitam, para demonstran menuntut agar Susilo Bambang Yudhoyono sebagai Presiden Republik Indonesia melindungi buruh migran dari hukuman mati dengan segera meratifikasi Konvensi Migran 1990.

Seperti diketahui, pemerintah Indonesia telah menandatangani Konvensi Migran 1990 pada enam tahun yang silam. Namun hingga kini, pemerintah masih menelantarkan Konvensi Migran tersebut. Akibatnya banyak terjadi kasus penyiksaan dan kematian buruh migran Indonesia yang dikarenakan tidak adanya perlindungan dari negara. Dengan tidak segera meratifikasi Konvensi Migran tersebut, pemerintah Indonesia tidak mempunyai kekuatan diplomasi dalam membuat nota kesepahaman (Memorandum of Understanding-Mou).

Dalam aksi ini para demonstran menuntut pemerintah untuk membuat kebijakan yang pro buruh migran. Serta segera merevisi UU 39/2004 yang isinya benar-benar berpihak pada buruh migran, karena UU 39/2004 saat ini lebih berpihak kepada pengusaha (PPTKIS). Demikian juga halnya dengan RUU PRT (Pekerja Rumah Tangga), untuk segera disahkan menjadi undang-undang yang isinya mencerminkan hak-hak pekerja rumah tangga domestik maupun yang bekerja di luar negeri.

Nasionalisme yang belakangan hari ini didengungkan pemerintah, seharusnya bisa dibuktikan dengan memberikan perlindungan bagi buruh migran sejak pra sampai purna kerja. Di manapun mereka berada, pemerintah seharusnya tidak lagi mengabaikan hak-hak asasi manusia yang terlekat pada anak-anak bangsa yang dijuluki sebagai pahlawan devisa. (ray, unite-indonesia.blogspot.com)

lanjut baca..